4.20. Free Values




Selain free will, adalah  isue lain  yang juga mencuat dalam konteks Aksiologi, yakni adanya tuntutan bahwa Ilmu Pengetahuan harus bebas nilai (free values).

Tuntutan free values meminta pengembangan Ilmu Pengetahuan semata demi Ilmu Pengetahuan itu sendiri. Bahwa Ilmu Pengetahuan harus dikembangkan tanpa terikat pada nilai-nilai (moral) di luar Ilmu Pengetahuan.

Menurut pandangan ini, sah saja seorang Ilmuwan mengkaji dan mengembangkan bom atom atau bahkan kloning. Jika kloning boleh pada hewan, kenapa tidak pada manusia? 

Yang tidak boleh dilanggar menurut pandangan ini adalah nilai moral Ilmuwan: tidak boleh plagiat, atau mengakui temuan orang lain sebagai temuannya, dan sejenisnya.

*

Banyak kisah di awal tumbuhnya Ilmu Kedoteran utamanya terkait pembedahan organ manusia yang kemudian menyoal masalah "bebas nilai" ini, yaitu  ketika  sang Ilmuwan "melanggar etika"  masyarakat demi menumbuhkan Ilmu Pengetahuannya. 

Maka, misalnya, lahirlah kisah Frankenstein yang ditulis Mary Shelley. Inti kisah ini hakikatnya mempertanyakan moralitas ilmu bedah yang dimiliki oleh seorang dokter ketika melahirkan makhluk bernama Frankenstein yang ia bangun dari potongan-potongan tubuh pasiennya.

*





Bagi mereka  yang menganut Ilmu Pengetahuan yang bebas nilai (free values), sikapnya tegas: bahwa Ilmu Pengetahuan adalah untuk Ilmu Pengetahuan! 

Ilmu Pengetahuan  tidak boleh dikembangkan atas pertimbangan lain di luar Ilmu Pengetahuan. Tujuannya adalah  agar Ilmu Pengetahuan  tidak mengalami distorsi. Karena, jika demikian, mereka menghawatirkan Ilmu Pengetahuan tidak  bisa berkembang secara otonom.

Maka, untuk menghindari hal itu, Ilmu Pengetahuan tidak boleh tunduk kepada otoritas lain di luar Ilmu Pengetahuan.  Ilmu Pengetahuan tidak boleh kalah terhadap pertimbangan lain yang membuatnya menjadi tidak lagi murni.

Umumnya, para penganut Positivist sejati  memegang teguh hal ini.

*

Keadaan  berbeda dengan Ilmuwan Nonpositivist yang sejak awal sudah mengakui bahwa Ilmu Pengetahuan terkait nilai. Apalagi, objek materia Ilmu  Sosial – dan juga Ilmu Komunikasi di dalamnya – adalah perilaku manusia. Maka, perilaku manusia sulit dilepaskan dari nilai-nilai moralitas: pantaskan Anda selaku Ilmuwan Komunikasi yang mengkaji teori jarum hypodermic lantas menguji pengaruh pornografi pada anak dan remaja dengan metode eksperimen: mengumpulkan sejumlah remaja dalam kelompok meksperimental dengan menyuguhi mereka terus menerus dengan tayangan pornografi untuk mengetahui perilaku mereka sebelum menonton dan sesudah menonton?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar