Berbeda dengan Determinisme, Antideterminisme menyatakan atau mengakui adanya kehendak bebas.
Saya ingin menegaskan: manusia
dalam tindakannya memang terbatas pada kodratnya, yaitu kemanusiaannya. Sehingga,
walau pada dasarnya memiliki kehendak bebas, manusia tetap dapat
melakukan pilihan atas tindakannya.
Sebagai
materi alam, manusia mutlak terikat pada hukum-hukum alam – misalnya gravitasi, atau usia: semakin tua manusia, semakin renta
dirinya. Artinya, peralatan
jasmaniah manusia yang bersifat materi
takluk pada hukum-hukum alam. Namun, roh manusia beserta
peralatannya – yaitu yang disebut hatinurani, akal, dan budi – tetap dapat
menentukan pilihan-pilihan atas tindakannya.
Manusia dengan akal budinya tidak takluk pada
hukum-hukum alam, bahkan dapat menaklukkan alam.
Faham inilah yang kita anut di sini: bahwa
manusia selaku makhluk rohaniah memiliki kehendak bebas. Walau kakek-nenek Anda pemarah, Anda bisa memilih
menjadi tidak pemarah. Walau lingkungan Anda penyamun, Anda bisa memilih untuk
tumbuh menjadi ulama. Manusia dengan kehendak bebasnya dapat menentukan
pilihannya sendiri.
>> Lihat Filsafat Ilmu Komunikasi: Kumpulan Catatan tentang pengkritik Determinisme Henri Bergson dengan menglik di sini
Sebagaimana
ulasan bagian Ontologi, saya berpendapat bahwa manusia memiliki peralatan
rohaniah berupa hatinurani, akal, budi dan naluri. Peralatan rohaniah ini menghasilkan
falsafah hidup, konsepsi kebahagiaan, dan motif komunikasi. Motif komunikasi mendorong manusia melakukan tindak komunikasi,
menyampaikan pesan kepada manusia lain dengan sengaja, sehingga dapat dilakukan penilaian etis
terhadapnya. Artinya, manusia dapat dan
harus bertanggungjawab terhadap setiap tindak komunikasi dan pesan yang
disampaikan.
*
Antideterminisme
juga dapat dilihat pada Herbert Blumer yang menurunkan pemikiran simbolik interaksionisme.
Menurut Blumer, manusia bukan
semata-mata organisme yang bergerak di bawah pengaruh stimulus, baik dari dalam
maupun dari luar, melainkan organisme yang sadar akan dirinya. Manusia mampu memandang diri sendiri sebagai
obyek pikirannya sendiri dan berinteraksi dengan diri sendiri untuk
mempermasalahkan, mempertimbangkan, menguraikan, dan menilai hal-hal tertentu
yang telah ditarik ke dalam kesadarannya; dan akhirnya merencanakan serta
mengorganisasikan tindakannya. Blumer
menyebut hal ini sebagai: konsep diri.
Dari “konsep
diri” Blumer, bagian Ontologi kita mengembangkan pemaknaan atas “konsepsi kebahagiaan”. Dalam konteks ini, konsepsi kebahagiaan dapat
dimaknai sebagai konsep diri seseorang
tentang kriteria kebahagiaan pada berbagai
bidang kehidupan. Dalam usaha mewujudkan
konsepsi kebahagiaan itulah motif komunikasi timbul, membuat manusia melakukan
tindak komunikasi dengan menyampaikan pesan.
Dengan diakuinya
kehendak bebas, berarti ada kesengajaan.
Walau tidak selalu dapat menunjukkan batas-batasnya dengan mudah, kita dapat membedakan mana tindakan yang
disengaja dan yang tidak: mana kejapan mata yang disengaja dan mana yang tidak.
Dalam kehidupan sehari-hari, kesengajaan
menjadi dasar penilaian terhadap kesalahan manusia. Dalam pengadilan misalnya, salah tidaknya
tertuduh dinilai berdasarkan sengaja atau tidaknya ia melakukan tindakan hukum.
Sengaja dalam
konteks yang kita ajukan di sini menunjukkan adanya pilihan.
Anda memilih A atau memilih B? Apa pun pilihannya,
Anda telah sengaja, karena telah memilih.
Tidak memilih? Ah, itu memilih juga! Memilih untuk tidak memilih.
Jika tidak ada pilihan, maka dikatakan bahwa Anda
terpaksa.
Namun, pertanyaannya adalah: manakah diantara tindakan sengaja
manusia yang dapat dikenai penilaian etis? Untuk itu, mari terlebih dahulu mengkaji
tindakan moral.
Sebelumnya: 4.5. Determinisme: Tidak Ada Kehendak Bebas
Sports toto - Best bets and tips for today - Sporting100
BalasHapusSporting 100's betting advice benjamin moore titanium gives you powerbook g4 titanium the best betting titanium exhaust tips tips in football, horse racing, soccer and more. Don't miss 메이저 토토 사이트 out! titanium camping cookware