4.9. Undang-undang dan Kode Etik



Untuk mengatur hak dan kewajiban serta kebebasan dan tanggung jawab, disusunlah hukum tertulis, sehingga jelas apa yang boleh dan tidak boleh. Hukum tertulis disebut undang-undang. 

Dalam konteks bernegara, UUD ‘45 beserta seluruh aturan-aturan hukum di bawahnya adalah contoh. 

Di  jenjang  profesi, guna menetapkan apa yang baik dan buruk, kode etiklah pengaturnya, seperti  Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik Periklanan, Kode Etik Kehumasan, dan lain-lain.  




Masalahnya, tidak semua tindakan manusia memiliki aturan hukum tertulis.   

Dalam situasi ini,   yang  menjadi penilai  suatu tindakan   adalah  budi manusianya sendiri, sedangkan sang hakim adalah hatinurani.   

Memang, ini sesuatu yang  tidak eksak, subjektif, dan sulit mengukur dan memahaminya. 

Atas hal-hal yang tidak terukur ini,   membuat Positivisme logis Lingkara Wina menolak etika karena  menganggapnya tidak ilmiah.   

Dalam ketidakpastian yang tinggi itu karena manusia bukan  makhluk yang  mekanistis, bagaimanakah kita coba memaknai tindakan etis?  

Dalam upaya “menemukan” pedoman untuk memahami tindak komunikasi manusia,  ada baiknya kita kaji terlebih dahulu beberapa aliran filsafat moral.

Namun, sebelum membahas aliran-aliran filsafat moral, sebaiknya kita simpulkan beberapa hal terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar