Sejak
kelahirannya, manusia berusaha mendapatkan kesenangan. Itulah yang membuat bayi
menangis jika berada dalam situasi yang tidak menyenangkan. Jika kesenangan
sudah tercapai, ia tidak mencari yang lain lagi, tangisnya pun berhenti.
Manusia selalu menjauhkan diri dari ketidaksenangan. Maka
kesenangan itulah yang baik, dan ketidaksenangan adalah buruk. Artinya,
jika Anda harus memilih, pilihlah sesuatu yang menyenangkan.
Bagi
Aristippos (sekitar 433 – 355 sM), seorang murid Sokrates, kesenangan bersifat
badani dan aktual, bukan kesenangan dari masa lampau atau masa depan karena
hanya sekedar ingatan dan antisipasi kesenangan. Artinya, yang baik adalah
kesenangan kini dan di sini pada hari ini; bersifat badani, aktual, dan
individual.
Aristippos
menyatakan, kesenangan ada batasnya, yang penting: pengendalian diri. Inilah
tindakan yang baik dari segi moral.
Aristippos
menegaskan, pengendalian diri bukan berarti meninggalkan kesenangan, tapi
menggunakan kesenangan dengan baik dan tidak membiarkan diri terhanyut olehnya.
*
Dewasa
ini, hedonisme berkembang dan dimaknai sebagai faham yang menyatakan tindakan
baik ialah yang bisa mendatangkan hedone:
kenikmatan, kesenangan, dan kepuasan rasa.
Banyak
tindakan manusia bertujuan untuk mencapai kepuasan ini, dan bisa dilihat
aplikasinya pada ahli psikoanalisis Freud: tindakan manusia adalah untuk
mencapai kepuasan libido, dan bagi Adler adalah untuk mencapai
kekuasaan.
Intinya,
upaya mencapai kepuasan merupakan pendorong tindakan manusia, apa pun bentuk
kepuasan itu. Dalam perkembangannya, pengertian hedonisme telah melenceng dari
ajaran awalnya dan lebih dimaknai sebagai individu yang
mementingkan kesenangan fisik duniawi: hari ini punya hari ini dan hari
esok soal nanti. Nikmatilah hari ini dalam limpahan kesenangan.
Bagi
K. Bertens, hedonisme adalah individualis yang egoistis karena
mementingkan diri sendiri: saya duluan, biar orang lain belakangan (2002:
240-241).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar