4.12. Hedonisme


Sejak kelahirannya, manusia berusaha mendapatkan kesenangan. Itulah yang membuat bayi menangis jika berada dalam situasi yang tidak menyenangkan. Jika kesenangan sudah tercapai, ia tidak mencari yang lain lagi, tangisnya pun berhenti.  Manusia selalu menjauhkan diri dari ketidaksenangan.  Maka  kesenangan itulah yang baik, dan ketidaksenangan adalah buruk. Artinya, jika Anda harus memilih, pilihlah sesuatu yang menyenangkan.

Bagi Aristippos (sekitar 433 – 355 sM), seorang murid Sokrates, kesenangan bersifat badani dan aktual, bukan kesenangan dari masa lampau atau masa depan karena hanya sekedar ingatan dan antisipasi kesenangan. Artinya, yang baik adalah kesenangan kini dan di sini pada hari ini;  bersifat badani, aktual, dan individual.

Aristippos menyatakan, kesenangan ada batasnya, yang penting: pengendalian diri. Inilah tindakan yang baik dari segi moral.

Aristippos menegaskan, pengendalian diri bukan berarti meninggalkan kesenangan, tapi menggunakan kesenangan dengan baik dan tidak membiarkan diri terhanyut olehnya.

*
Dewasa ini, hedonisme berkembang dan dimaknai sebagai faham yang menyatakan tindakan baik ialah yang bisa mendatangkan  hedone: kenikmatan, kesenangan,  dan kepuasan rasa.
Banyak tindakan manusia bertujuan untuk mencapai kepuasan ini,  dan bisa dilihat aplikasinya pada  ahli psikoanalisis Freud: tindakan manusia adalah untuk mencapai kepuasan libido,  dan bagi  Adler adalah untuk mencapai kekuasaan.

Intinya, upaya mencapai kepuasan merupakan pendorong tindakan manusia, apa pun bentuk kepuasan itu. Dalam perkembangannya, pengertian hedonisme telah melenceng dari ajaran awalnya dan   lebih dimaknai sebagai individu yang  mementingkan kesenangan fisik duniawi: hari ini punya hari ini dan hari esok soal nanti. Nikmatilah hari ini dalam limpahan kesenangan.
Bagi K. Bertens, hedonisme adalah individualis yang egoistis  karena mementingkan diri sendiri: saya duluan, biar orang lain belakangan (2002: 240-241).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar